In



Assalamu’alaykum




Hari ini, Hari Sabtu yang akan segera berakhir, tepatnya H-11 Ramadhan.

Maa syaa Allah Ramadhan sudah mulai menyapa. Dari kejauhan tampak sedang melambaikan tangan, dengan senyuman hangat dan wajah yang berseri-seri. Ia kini hampir mendekat dan akan segera hadir diantara kita.




Ramadhan adalah candu bagi mereka sang pemburu pahala dan keridhoan Allah, kehadirannya yang hanya 30 hari dalam satu tahun itu, membuatnya semakin membengkakkan rasa kerinduan.




Hay Ramadhan, engkau adalah bulan yang penuh dengan rahmatNya setiap satu hari yang ku lalui denganmu, rasa-rasanya akan selalu special. Hanya memikirkan bagaimana nanti aku akan menghabiskan waktu denganmu saja, hati ini berdebar-debar.

Tapi, kemudian aku merasakan nyeri di sekitar perut, ketika terbesit dalam kepalaku…




Apakah aku masih diberikan kesempatan untuk menemuimu?




Semoga Allah masih mengizinkan kita semua, berkesempatan meraih banyak kebaikan di bulan Ramadhan dan mendapat banyak ampunannya, aamiin.




Jauh-jauh hari aku sudah memiliki rencana untuk menikmati Ramadhan kali ini, dengan cara yang tidak biasa seperti sebelumnya. Aku ingin pergi kesebuah pondok tahfidz di luar kota, tentu saja disana aku akan menambah hafalanku, dan Juga mencari suasana kondusif untuk beribadah. Rasa-rasanya tidak ingin melakukan apapun selain ibadah, bahkan mengikuti kepanitiaan Ramadhan sekalipun.




Tapi tiga bulan lalu, mendadak ada sebuah amanah baru yang diberikan kepadaku. Iya, amanah untuk menjadi panitia dalam agenda Ramadhan. Lalu? Keinginanku untuk fokus ibadah saja?

Ah sudahlah biarkan ia tertinggal di buku catatan yang belum bisa aku berikan tanda centang disampingnya.




Sebenarnya aku masih diberikan pilihan untuk menerimanya atau tidak. Tapi, ternyata Allah memang meridhoiku untuk tidak meninggalkan kota ini. Dengan banyak pertimbangan yang tiba-tiba saja muncul saat itu, entah dari orang tua, ekonomi keluargaku, atau masalah pekerjaan.




Memang aku si anak tunggal yang super manja ini, belum punya ilmu yang cukup untuk merantau di kota orang. Bisa-bisa aku malah tidak fokus ibadah tapi disibukkan dengan penyesuaianku yang baru saja jauh dari orang tua. Meskipun bagiku ini adalah rencana yang baik, tapi Allah lebih paham kondisi yang terbaik untukku. Itulah yang ada dalam pikiranku tiga bulan lalu. Seketika aku tersadar, sesungguhnya Allah telah mengabulkan keinginanku dengan cara yang berbeda.




Seperti yang kita tahu bahwa seluruh dunia sedang berduka dengan datangnya virus Covid-19 ini. Banyak perusahaan yang meliburkan karyawannya atau mempekerjakannya dirumah (WFH). Banyak juga agenda yang di batalkan karena tidak diperbolehkannya massa dalam jumlah besar untuk berkumpul. Sekolah diliburkan, UN dibatalkan, apalagi acaraku yang akan berlangsung di bulan Ramadhan besok? Tentu saja tidak bisa berjalan secara offline.




Dengan semua ketakutan yang muncul karena Covid-19 ini, nyatanya ada banyak hal yang bisa kita syukuri. Tidak ada lagi waktu kita yang habis di perjalanan, kita bisa menggantinya dengan tilawah Quran. Meski tidak memungkiri sebenarnya diperjalanpun kita bisa saja muraja’ah atau dzikrullah. Tidak banyak kegiatan yang akan membuat kita merasa kelelahan di malam harinya, sehingga ibadah kita akan semakin maksimal.




Aku yang selalu pulang dalam keadaan lelah, atau di rumah hanya menumpang tidur saja. Selama WFH ini, menjadi lebih tahu bagaimana lelahnya ibuku mengurus rumah. Memastikan rumah tetap bersih, cucian piring yang rasa-rasanya tidak ada habisnya, belum lagi harus menyiapkan makan. Memang menjadi ibu itu bukan tugas yang mudah.




Allah telah menambah rasa sayangku kepada kedua orang tuaku, melalui momen hangat kebersamaan kita selama WFH ini. Kini kami sedang bersama merencanakan bagaimana Ramadhan nanti akan kita lalui, membuat targetan ibadah bersama. Bekerjasama, saling menyemangati, menasehati dalam kebaikan. Semoga api-api semangat selalu membara diantara kami, dan Ramadhan yang sedang tersenyum disana akan tetap berseri hingga tiba saatnya kita akan berpisah nanti.




Sering sekali kita mendengar bahwa di jaman para ulama, saat Ramadhan datang mereka sibuk untuk dirumah saja dan menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah. Bahkan Imam Syafi’I bisa mengkhatamkan Qur’annya sebanyak 6000 kali selama Ramadhan. Bisa dibayangkan dalam satu harinya Beliau menghabiskan waktunya berapa jam untuk membaca Quran, belum ditambah ibadah lainnya.




Bukankah, kita bisa memanfaatkan momen ini untuk semakin memperbaiki kulitas ibadah kita? Meski ada banyak agenda Ramadhan yang tidak bisa dilakukan seperti berburu takjil di masjid, tarawih berjama’ah dan yang paling dinanti-nanti adalah I’tikaf. Tapi semangat tetap harus selalu di pupuk, tetap produktif dan selalu banyak-banyak berkhusnudzon kepada Allah




Sekian curhatan saya malam ini




Wassalamu’alaykum

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments